home

Rabu, 20 Oktober 2010

Konteks sosial anak (Teman Sebaya)

Ada tiga konteks sosial di mana anak hidup akan banyak memengaruhi perkembangan anak, ketiga konteks tersebut adalah ; keluarga, teman sebaya-sepermainan atau peer, dan sekolah. Yang akan di bahas di sini adalah mengenai lingkungan teman sebaya atau sepermainan dan setting analisisnya dalam konteks teman sebaya di sekolah.
Teman sebaya adalah teman yang memiliki usia yang sama. Biasanya teman sebaya ini merupakan teman di lingkungan rumah dan sekolah. Meski anak tidak di klasifikasikan oleh orang dewasa untuk ‘membentuk’ suatu pertemanan namun pertemanan ini akan terbentuk dengan sendirinya. Fungsi dari teman sebaya adalah memberikan informasi-informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluaga. Yang dimaksud informasi-informasi disini adalah meliputi wawasan, pengetahuan, cara memahami orang lain dan berinteraki (berkomunikasi), anak tidak hanya mendapatkan informasi yang skak dari keluarga tapi juga memperluas pengetahuannya dengan bergaul bersama teman-teman sebayanya.
Anak yang memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan teman sebaya setidaknya akan memberi dampak terhadap perkembangannya ; terisolir dari lingkungan, depresi dan berbagai gangguan lainnya. Seperti halnya kesulitan menjalinnya memberi dampak negatif, maka seorang anak yang pintar dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya pun akan berdampak pada kehidupannya ; perkembangannya. Namun tidak semua teman sebaya pada anak-anak akan memberi dampak positif, ada juga dampak negatif yang akan diberikan, yakni bila teman sebayanya memberi pengaruh yang negatif ; mabuk-mabukan, merokok dan memalak.
Para developmentalis telah dengan tepat menunjukan empat tipe status teman sebaya;
1. Anak popular, sering kali di dominasikan sebagai kawan terbaik dan jarang dibenci teman sebayanya. Anak popular memberi dukungan, mau mendengar dengan perhatian, menjaga alur komunikasi dengan kawannya tetap terbuka, cenderung riang, bertindak mandiri, menunjukan antusiasme dan perhatian kepada orang lain, dan percaya diri (Hartup, 1983). Selain itu, kenapa anak bisa menjadi popular adalah di sebabkan, mereka memiliki kemampuan untuk memanajemen emosinya ; seperti tidak berprilaku berlebihan, agresif dan tidak mengganggu;
2. Anak diabaikan, anak yang jarang dinominasikan sebagai kawan terbaik tetapi bukannya tidak disukai oleh kawan seusianya;
3. Anak kontroversi, sering kali dinominasikan sebagai teman baik tapi juga kerap tidak disukai;
4. Anak ditolak, jarang dinominasikan sebagai kawan baik dan sering dibenci oleh teman-teman seusianya. Anak-anak yang ditolak kemungkinan untuk memperlihatkan perilaku agresif, hiperaktif, kurang perhatian atau ketidak dewasaan, sehingga sering bemasalah dalam perlikau dan akademis di sekolah (Putallaz & Waserman, 1990) namun tidak semua anak yang di tolak bersifat agresif, kira-kira 10 higga 20% anak-anak yang ditolak adalah anak pemalu (Santrock, 1996).

Sebagai calon pendidik menurut saya tentu kita tidak bisa menyepelekan perkembangan social anak-anak didik kita, karena tentu ini akan berdampak pada ‘kebetahan’ mereka ada di sekolah terutama di kelas. Mungkin untuk anak popular tidak terlalu di khawatirkan karena kurang lebih mereka telah lebih dulu ‘dewasa’ dari teman-temannya yang mengalami masalah dalam hubungan sosioemosinal. Tentu penanganan yang diberikan kepada anak-anak yang mendapat masalah tidak selalu sama, karena kita perlu memperhatikan keunikan individu yang ada pada anak didik tersebut, meliputi : umur, karakteristik dan factor seperti konsep diri/pemahaman diri anak terhadap dirinya.
Hal yang pertama perlu di lakukan adalah mengidentifkasi masalah anak tersebut, mengapa ini bisa terjadi?. Mungkin saja anak tersebut memang memiliki sikap pendiam dan pemalu atau mungkin dia merasa rendah diri karena merasa tidak sama dengan teman-temannya : ada kekurangan pada fisik atau status sosial. Namun, keluar dari itu semua seorang pendidik tidak boleh membuat anak didiknya semakin putus asa. Kita harus berusaha memberi motivasi, pengertian dan perhatian kepada anak tersebut. Tentu dengan tidak seolah anak tersebut tidak berdaya.
Anak-anak usia 7 hingga 11 tahun meluangkan lebih dari 40 % waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Dan menyambung pada poin ketiga, anak usia 7 hingga 11 tahun juga menghabiskan waktunya di sekolah.
Selamat berjuang para pejuang pendidikan!^^
Satu hal yang tidak boleh tidak ada, adalah tawa anak-anak yang kita didik….^^
Keceriaan mereka bagai tetes embun ditengah terik padang pasir,
Senyum mereka adalah payung ditengah guyuran hujan
Kesuksesan mereka adalah segalanya yang kita inginkan didunia ini^^


Sumber :
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Kencana.
file:///Z:/anak-anak/Primatia’sBlog Just another Friendster Blogs weblog.htm

Tidak ada komentar: