home

Kamis, 28 Oktober 2010

Teori Konseling versi Freud

Pernah merasa bingung bagaimana merespon seseorang yang menceritakan keluh kesahnya pada kita?meminta bantuan memecahkan masalahnya?dan bagaimana menenangkan sahabat yang dari gerak-gerik tubuhnya seperti ingin meninju seseorang???hehehe
Itu mungkin berbagai ‘ekspresi’ yang diekspose orang yang sedang dalam ujian atau lebih sering disebut masalah. Mungkin mereka dengan tiba-tiba datang memeluk kita lalu menangis dan nyerocos gak jelas yang sering bikin kita cengo setengah mateng. Sebenernya bener gak seh ketika ada yang meminta bantuan kepada kita untuk memecahkan masalahnya itu berarti kita memberikan pilihan “nih loe mau pake cara yang mana?yang A atau yang B…saran gua seh pilih yang C”gubrak!!heu gaol gila!!!kalau selama yang saya tangkap (kuliah di jurusan BK sampai semester 3 yang belum kelar ini), posisi kita (konselor[orang yang menerima curhatan]) lebih pada posisi membantu mencarikan solusi bukan memecahkan masalah dari konseli(orang yang curhat), karena bertujuan untuk memandirikan konseli sendiri selain itu agar ketika ada penyimpangan dari pemecahan masalah yang kita berikan ia tidak menyesali dan menyalahkan kita, bener gak bung??
Lalu kalau posisi kita sebagai sahabat atau teman begimane???asyiknya sama saja yah…..mungkin kita bisa memberi romansa lebih hangat dalam proses katarsisnya (curhat) karena kita memiliki ikatan emosional yang lebih kuat (mantab!!!^^)
Nah karena saya asalnya dari aliran psikologi (psikologi pendidikan, I’m proud it^^), maka saya akan menjabarkan beberapa teknik menghadapi curhatan orang dalam sudut pandang psikologi, saya ambil referensi utamanya dari buku Konseling Individual karya Prof. Dr. Sofyan S. Willis.
Langsung saya bahas tipe konseling Freud saja, untuk penjelasan konselingnya Insya Allah akan saya bahas dikesempatan lain, berhubung yang ini masih hangat dikepala (maklum baru di bahas tadi).
Freud?siapa tuh?pasti bertanya-tanya, Freud adalah salah satu ahli dalam bidang psikologi yang tulen menganut aliran psikoanalisis. Psikoanalisis ini lebih menekankan pada alam bawah sadar. Freud mengemukakan pandangannya bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar terdiri dari alam ketidaksadaraan. Sedangkan alamkesadarannya dapat diumpamakan puncak gunung es yang muncul dtengah laut. Sebagian besar gunung es yang terbenam itu diibaratkan alam ketidaksadaraan manusia. Bagi Freud usia lima tahun setelah kelahiran merupakan usia emas. Oleh karena itu, Freud juga memandang perilaku-perilaku masa lalu berperan di masa kini. Tujuan dari proses konseling Freud adalah untuk membentuk kembali struktur kepribadian knseli dengan jalan mengembalikan hal yang tak disadari menjadi sadar kembali. Proses konseling ini menitikberatkan pada usaha agar konseli dapat menghayati, memahami dan mengenal pengalaman-pengalaman masa kecilnya. Disini konselor bersifat anonim, artinya konselor berusaha tak dikenal konseli, dan bertindak sedikit sekali memperlihatkan perasaan dan pengalamannya. Jadi maksudnya gak jeruk makan jeruk kali yah, saat konseli curhat eh konselornya juga ikutan curhat, gaje dah-__-
Tujuan tersebut adalah agar konseli dengan mudah memantulkan perasaan kepada konselor. Pemantulan itu merupakan proyeksi konseli yang menjadi bahan analisis bagi konselor (bingung kah??). maksudnya adalah dengan ‘pengeksploitasian’ perasaan oleh konseli sendiri sehingga mengekspresi ke wajah dan gesturenya, kita jadi mudah memahami sebenarnya apa yang ingin disampaikan (jadi ketika mendengarkan curhat tidak terfokus hanya pada apa yang diucapkan tapi bagaiamana konseli tersebut mengekspresikan lewat mimic wajah, gesture atau gerak tubuh).
Ada beberapa teknik dalam proses konseling versi Sigmund Freud :
1. Asosiasi Bebas, maksudnya adalah upaya untuk menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang ini, sehingga konseli mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Kalau bahasa mahasiswanya, membiarkan konseli bercerita atau menceritakan apa masalah yang dihadapinya dengan mengacu pada masa lalu (presentasi, 28-10-10 oleh saudara Muhajirin ditambah pernyataan dari saudari senja)
2. Analisis mimpi, teknik untuk membuka hal-hal yang tak disadari dan memberi kesempatan konseli untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan. Menurut saudara muhajirin dalam presentasi mata kuliah teori konseling individu part I, merekonstruksi tekanan-tekanan yang mengendap dalam mimpinya. Jadi gini, seringnya suatu beban itu teringat-ingat sampai kebawa mimpi, nah dengan sumber mimpi yang diceritakan itu kita dapat menganalisis keinginan-keinginan dan kecemasan yang tidak disadari yang diekspresikan.
3. Resistensi, ditujukan untuk menyadarkan konseli terhadap alasan-alasan terjadinya resistensinya. Konselor meminta perhatian konseli untuk menafsirkan resistensinya. Menurut saudara muhajirin, resistensi disini ialah pembelaan dari konseli. Jadi gini, ketika ditanya, “jadi anda merasa anda tidak bersalah mendorong teman anda sampai jatuh hingga masuk rumah sakit?” kemudian resistensinya “Ia karena dia merebut pacar saya, coba anda rasakan kalau anda jadi saya?”. Nah dengan itu kita bisa membawa konseli dari arah ketidaksadaranya menuju kesadaran.
4. Transferensi, mengusahakan agar konseli mengembangkan transferensinya agar terungkap neurosisnya (gangguan kepribadian yang relative ringan, sebagai akibat dari ketegangan yang kronis, konflik, frustasi dan ketidakmampuan pribadi yang terkespresikan dalam gejala-gejala perilaku sindroma) terutama pada usia selama lima tahun pertama dalam hidupnya. Konselor harus bersifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar terugkap transferensi tersebut. Bahasa mahasiswanya, membawakan arah rasionalisasi konseli disesuaikan dengan latar belakang.
5. Interpretasi, teknik yang digunakan oleh konselor untuk menganalisis asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi konseli. Dengan tujuan agar ego konseli dapat mencerna materi baru dan mempercepat penyadaran.

Kesimpulannya bahwa dalam teknik-teknik tuan Freud ini lebih menekankan pada alam bawah sadar manusia. Jadi konselor harus rada ‘mengeksplor’ pengalaman-pengalamannya di masa lalu untuk menjadi clue masalah di masa sekarang.
Mungkin tidak mudah untuk mengejawantahkannya (heu bahasa pak anis matta) tapi setidaknya teori ini berfungsi menjadi lead dalam praktek. Meski terkadang ‘ah teori hanya teori kenyataan dilapangan kadang jauh beda’ yah minimal kalau kenyataannya sama kita tidak usah susah-susah dan kalaupun beda…ilmu itu kan tidak akan berat dibawa, iyah gak???membuka cakrawala pengetahuan. Ilmu tidak hanya didapat dari orang A dan orang B saja tapi dari setiap manusia yang kita temui di dunia ini dan tidak hanya ditempat A dan tempat B saja tapi dimana saja kita dianugerahkan berada……^^

Maaf yah kalo membuat anda puyeng, heu….yang menulis ini bukan berarti dia sudah pintar justru karena ia sedang belajar^^silakan yang mau interupsi..diterima dengan legowo sebagai masukan.

Referensi
Alwisol. 2010. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press.
Willis, Sofyan S. 2009. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta.
Yusuf LN, Syamsu. Mental Hygiene. Bandung : Maestro.

Tidak ada komentar: