home

Selasa, 02 November 2010

1000 missed calls (copas asli dari blog mbak nurul)

1000 missed calls. No new number. Missed 1: Allah. He will never stop calling. No matter you missed His calls. ‘Till u hear and answer. Tergetar rasanya membaca beberapa baris kata dalam buku yang baru dibeli kemarin (bahkan saat ini buku itu belum selesai dibaca!!!).

Masih jelas kuingat saat rapuh yang aku alami beberapa tahun yang lalu, satu hari menjelang siang yang terik. Entah mengapa, sepulang kuliah seperti ada batu dalam saluran pernapasanku, menyesak, masuk tak hendak, keluarpun tak mau. Tekanan antara tugas kuliah yang menumpuk, laporan praktikum, rindu rumah dan masalah lain yang mengusut tak terurai mungkin jadi pemicunya. Yang jelas saat itu aku benar benar ingin membanting sesuatu. Pandanganku sempat tertuju pada Adon -black molly kecil- yang setia menemaniku lembur laporan sebulan terakhir ini. Tapi kuurungkan karena tak tega melihat dia berenang riang kesana kemari dalam toples imutnya.

Entah malaikat mana yang akhirnya berhasil membisikiku untuk mengambil air wudhu dan menyuruhku menunaikan dua rakaat dhuha, wait, bahkan waktu itu aku belum paham benar apa itu dhuha. Dan di sujud terakhir dhuha perdanaku itu akhirnya air mataku tumpah. Tak terbendung lagi. Setelahnya, sesak di dadaku benar2 sirna. Tapi entahlah. Bahkan hingga tangisku reda, aku belum paham apa arti itu semua. Baru ketika aku membaca sebuah cerita di Annida aku benar benar mengerti intinya.

Jika kita ingin menangis, sangat ingin, bahkan tanpa alasan yang pasti, maka menangislah karena itu adalah salah satu cara manusia untuk memanggil Tuhan untuk datang, menemani dan menghiburnya. Dian memberi rasa nyaman pada kita untuk meneteskan air mata, kita merasa berhak untuk menangis, tampa malu. Dan setelahnya, tanpa alasan yang dapat dijangkau pikiran sempit manusia, kita akan benar benar lega, kembali normal bahkan dalam keadaan yang jauh lebih baik. Dan Allah itu dekat, bahkan lebih dekat dari urat nadi manusia.

Mungkin mbak Eka benar dengan mengatakan bahwa ribuan kali Allah memanggil kita (aku tepatnya). Dengan panggilan sayangnya pada kita yang mengaku mengimaninya, mengaku taqwa padanya. Karena hingga jauh setelah saat terapuh kulalui dengan selamat, aku masih belum juga sadar dengan panggilan sayangNya yang Maha Mulia itu. Setelah insiden siang itu aku telah menemukan caraku sendiri untuk menumpahkan segala keruwetan hatiku. Tapi entah setan mana yang menghadangku untuk berhenti hanya sampai disitu. Aku hanya mendekatiNya ketika aku bete, stress, pengen curhat dan dengan segala emosi negative lainnya. Tak pernah sekalipun aku berusaha untuk datang padanya dengan muka berhias senyum, dengan segala pujian, bukannya keluhan. Tak pernah. Tapi see, Dia tetap menyayangiku, menjadi pendengar terbaikku, tempat curhat teramanku, penolongku, pengendali emosiku.

Hingga pada satu saat panggilanNya terlalu keras untuk kuabaikan. Pada titik itu aku sudah tak sanggup lagi untuk mengelak dariNya, mengingkari kebaikanNya, dan aku tak mampu lagi untuk tidak mengatakan bahwa aku mencintaiNya. Ah mungkin penyesalan memang ditakdirkan untuk datang terlambat. Saat hatiku terjebak rasa, yang aku tahu hanya satu. Aku takut kehilanganNya.

My heart is ringing.

Allah. Calling.

Yes, darling.

I’m coming.

silakan jika ada yang mau mengunjungi sumbernya :
http://nurulnulur.blog.friendster.com/2006/05/1000-missed-calls/#comment-11

1 komentar:

Nurulnulur mengatakan...

terimakasih telah mengkopas catatan saya... salam kenal.....