home

Rabu, 19 Januari 2011

PENGARUH TEMAN SEBAYA TERHADAP PEMBENTUKAN IDENTITAS REMAJA



Remaja adalah salah satu fase kehidupan yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Masa remaja berbeda dengan masa-masa yang lain. Pada masa ini, remaja diumpamakan dengan keadaan melayang karena ia memiliki sedikit kebebasan untuk tidak terlalu tergantung pada orang tuanya namun juga tidak bisa sepenuhnya bebas dari pengawasan orang tua. Fase remaja adalah saat kita berumur 12-21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu : 12-15 tahun = masa remaja awal, 15-18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18-21 = masa remaja akhir (Desmita, 2009). Masa remaja merupakan masa transisi yang penuh badai dan tekanan. Pada fase ini remaja dituntut untuk menjawab pertanyaan siapa aku, untuk apa aku ada, apa yang harus aku lakukan, kenapa aku begini, dan deretan pertanyaan-pertanyaan lain yang mengarah pada ‘dirinya sendiri’ , pemahaman tentang diri (sense of self). Oleh karena itu, masa remaja sering disebut juga sebagai masa pencarian jati diri, dalam bahasa psikologi disebut identitas diri. Begitu pentingnya menemukan siapa dirinya agar ia bisa menuntaskan tugas-tugas perkembangan selanjutnya. Pendefinisian identitas diri ini tidak terlepas dari bimbingan orang tua dan pengaruh lingkungan termasuk pengaruh teman sebaya.
            Identitas masing-masing orang merupakan suatu hal yang kompleks, yang mencakup banyak kualitas dan dimensi yang berbeda-beda, yang lebih ditentukan oleh pengalaman subjektif daripada pengalaman objektif, serta berkembang atas dasar eksplorasi sepanjang proses kehidupan (Dusek, 1991). Perkembangan dan pembentukan identitas pada masa remaja ini sangat penting sebagai landasan awal hubungan interpersonal. Tidak mudah untuk menjalani tahapan pembentukan identitas, remaja mungkin akan menemukan kekacauan dalam dirinya. Masa krisis tersebut menjadi penentuan bagi masa depan remaja itu sendiri.
            Pada masa ini pengaruh teman sebaya sangat berperan. Remaja mendefinisikan dirinya tidak hanya dengan menggunakan standar yang ada pada dirinya tapi juga melibatkan pihak di luar dirinya, teman sebaya. Mengapa bukan orang dewasa?menurut Horrocks dan Benimoff (67) menjelaskan mengenai pengaruh teman sebaya pada masa remaja ini ; kelompok sebaya merupakan dunia nyata tempat para remaja menguji diri sendiri dan orang lain. Di dalam kelompok sebaya inilah ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya untuk dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindari. Di luar dirinya, remaja sangat memperhatikan nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan sebayanya ; misalnya dalam hal berpakaian, berperilaku, bergaul dan berpikir. Dunia teman sebaya menjadi ajang pembanding dan bereksplorasi untuk mendapatkan informasi mengenai pembentukan identitas dirinya.
            Ini berarti bahwa positif dan negatif teman sebaya akan berpengaruh pada pembentukan identitas remaja tersebut. Misalnya, remaja yang cenderung bergaul dengan teman-teman sebaya nya yang sering mabuk-mabukan dan menggunakan narkoba akan sangat rentan untuk mengikuti gaya hidup mereka. Meskipun belum dinyatakan mutlak bahwa remaja tersebut akan mengikuti gaya hidup teman-temannya namun perlu disadari bahwa masa remaja merupakan ketidakstabilan, baik dalam pemikiran dan pemegangan prinsip hidup. Apalagi dengan rasa keingitahuan (eksplorasi) yang besar dan ingin mendapatkan pengakuan dari teman-teman sebaya. Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
            Teman sebaya mampu memberikan nilai positif pada remaja tersebut dengan memberikan informasi-informasi mengenai pembandingan identitas dirinya. Remaja yang pandai menempatkan dirinya pada lingkungan teman sebaya yang baik dapat mengembangkan identitas dirinya kearah yang positif.
            Dalam konteks pendidikan, teman sebaya ditemui di sekolah. Age grading akan terjadi meskipun sekolah tidak membagi kelas berdasarkan umur dan anak dibiarkan menentukan sendiri komposisi masyarakat mereka (Santrock, 2010). Teman sebaya tidak hanya ditemui dalam pergaulan di lingkungan rumah namun juga dapat ditemui di sekolah serta di sekolah lah anak-anak (remaja) banyak pula menghabiskan waktunya. Dalam pergaulan teman sebaya di sekolah khususnya di kelas, remaja usia sekitar SMP dan SMA biasanya terjadi ‘seleksi’ teman-teman baik yang di senangi dan tidak di senangi. Hal tersebut di dukung dengan kepribadian remaja tersebut, namun apakah yang terjadi dengan kepribadian remaja tersebut bila ia di klasifikasikan ke dalam teman yang di senangi dan tidak di senangi?tentu akan memberi dampak yang berbeda. Remaja yang banyak di senangi oleh teman-temannya akan lebih bisa mengembangkan sikap kecerdasan sosialnya dan berperilaku empati. Sementara remaja yang di kucilkan, dia akan menampilkan perilaku agresi dan implusif. Ini berarti dampak dari seleksi tersebut dapat mempengaruhi perkembangan identitas remaja. Selain itu, biasanya akan terbentuk kelompok-kelompok kecil khusus atau ‘klik’. Identitas kelompok dengan klik ini bisa mengaburkan identitas personal individu (Santrock, 2010). Aturan-aturan yang berlaku dalam kelompok sebayanya, tak jarang membuat remaja mengikuti keinginan kelompok meskipun ia tidak suka. Misalnya, dalam hal negatif adalah mabuk-mabukan, geng motor dan narkoba. Sementara untuk hal positifnya, belajar bertanggung jawab dan berempati.
            Sekolah bisa menjadi fasilitator dalam membantu perkembangan dan pembentukan identitas remaja tersebut melalui teman-teman sebaya nya. Sekolah dapat menjadi pengontrol pergaulan remaja di sekolah, misal mengambil ranah SMP yang merupakan masa-masa yang rawan bagi seorang remaja. Namun, ini bukan berarti sekolah menjadi berhak untuk mengatur seorang remaja perlu bergaul dengan remaja tertentu. Sekolah dapat mengembangkan sikap bersahabat dalam pengadaan kegiatan yang mendidik ; belajar kelompok dan penyuluhan mengenai pergaulan remaja. Pada masa ini, seorang remaja bisa menjadi memposisikan dirinya menjadi lawan dari aturan-aturan orang dewasa bila ia merasa terlalu di atur.
            Remaja yang mampu memposisikan dirinya dalam pergaulan teman sebaya dengan baik dapat mengembangkan identitas dirinya ke arah yang positif. Pengaruh ini tidak hanya di berikan pada aspek kecerdasan sosial namun juga menyentuh aspek lain seperti emosi dan kognitif. Dengan memiliki hubungan yang baik dengan teman sebaya di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah dapat membuat remaja nyaman untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain yang dapat mengembangkan dirinya. Namun, bagi remaja yang masih sulit memposisikan dirinya dalam pergaulan teman sebaya; ketika ia tidak di senangi atau bahkan di kucilkan akan berdampak pada tumbuhnya rasa permusuhan dan akan mengganggu kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan dirinya ke arah yang positif.
            Pengaruh teman sebaya dalam pengembangan dan pembentukan identitas dirinya tidak bisa dianggap tidak penting karena dengan teman sebayalah biasanya remaja banyak menghabiskan waktunya untuk saling bertukar informasi tentang dunia luarnya. Hal ini, akan berpengaruh pada pemikiran remaja dalam mengembangkan siapa dirinya, apa yang harus saya lakukan. Menjadi seseorang.








Referensi
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Rosda Karya.
Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Rumah PSikologi. REMAJA. [online]. Tersedia : file:///D:/psikopend/remaja.html. [11 Januari 2011]

Tidak ada komentar: