home

Sabtu, 19 Maret 2011

TEORI INTELEGENSI GANDA (MULTIPLE INTELLIGENCE), PENDEKATAN ALTERNATIF DALAM MENDIDIK PESERTA DIDIK


Oleh :Gema Muhammad

A.     PENDAHULUAN
Kebanyakan guru di Indonesia mungkin telah mengetahui tentang teori intelegensi ganda. Banyak yang mengembangkan teori ini, namun yang saya angkat disini adalah teori intelegensi ganda yang dikembangkan oleh Howard Gardner. Terkadang guru hanya sekedar memahami atau bahkan hanya mengetahui saja, padahal yang terpenting bukanlah itu, tapi dapat mengaplikasikannya dalam kegiatan belajar mengajar. Hal inilah yang justru tidak dilakukan oleh kebanyakan guru di Indonesia. Sama halnya dengan guru, orang tua juga perlu mengetahui dan mengaplikasikan teori ini.

B.     POTENSI
Sebelum kita bahas lebih dalam tentang teori inteligensi ganda sebagai pendekatan dalam pendidikan, tahukah anda apa intelegensi itu sendiri? Psikolog kenamaan Howard Gardner mengemukakan bahwa intelegensi  merupakan kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Intelegensi ganda sendiri merupakan teori yang dikembangkan oleh Howard Gardner. Teori ini merupakan sebuah kajian yang mengkaji beragamnya intelegensi pada setiap manusia.
Dalam teorinya tentang multiple intelligence ini, Howard Gardner membagi kecerdasan menjadi sembilan bagian, yakni linguistik (kemampuan dalam mengolah kata-kata), matematis-logis (kemampuan individu dalam penggunaan bilangan dan logika), ruang-visual (kemampuan dalam menangkap dunia ruang visual), kinestetik (kemampuan dalam mengorelasikan pikiran dengan gerak tubuh), musikal (kemampuan dalam mengolah instrument musik), interpersonal (kemampuan berinteraksi dengan individu lainnya), intrapersonal (kemampuan dalam berinteraksi dan mengenali dirinya sendiri), lingkungan (kemampuan untuk peka terhadap alam) serta eksistensial (kemampuan untuk memunculkan diri). Dua kecerdasan terakhir yakni kecerdasan lingkungan dan eksistensial merupakan temuan terbaru Howard Gardner yang tepatnya ditemukan pada tahun 2000.
C.     MASALAH YANG MUNGKIN MUNCUL
Jika ditinjau dari disiplin ilmu psikologi perkembangan, efek dari tidak diaplikasikannya teori ini juga tentu akan dirasakan pada masa depan. Terkadang guru dan orang tua bisa saja salah mengarahkan anaknya dalam memilih jurusan pada sekolahnya, khususnya pada anaknya yang bersekolah di Sekolah Menengah Atas atau Perguruan Tinggi. Guru dan khususnya orang tua juga dapat salah dalam memilihkan kegiatan ekstrakurikuler dalam rangka mengembangkan bakat anaknya.
Hal ini tentu menjadi sebuah masalah. Sebagai contoh, seorang murid yang memiliki kelebihan dalam kecerdasan ruang-visual akan kesulitan saat sang guru matematikanya mengajarkan pelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematis-logis saja. Murid yang memiliki kelebihan pada kecerdasan ruang-visual akan lebih mudah mengerti jika diajari melalui ilustrasi-ilustrasi yang menarik. Begitu juga bagi siswa-siswa lain yang memiliki kelebihan dalam kecerdasan lain, memiliki pendekatan yang lain pula. Maka jelaslah bagi kita bahwa teori ini penting untuk diketahui dan diaplikasikan dalam kegiatan mendidik baik oleh guru maupun orang tua.
Selain itu pada kemudian hari peserta didik bisa kesulitan dalam berkarir dan bermasyarakat. Hal ini dapat disebabkan karena tidak terpenuhinya tugas perkembangan peserta didik atau tugas perkembangannya tersebut salahsuai. Misalnya, seorang siswa yang memiliki kelebihan dalam kecerdasan linguistik tentu membutuhkan pola pendidikan yang berbau linguistik pula, agar mampu berkembang optimal. Namun apa jadinya jika siswa semacam ini dijejeli pola pendidikan yang berbau kinestetik. Tentunya siswa tersbut akan berkembang kearah yang tidak jelas atau salahsuai dan tentu pemahaman akan mata pelajaran tidak akan optimal. Dengan mengaplikasikan teori ini sebelum peserta didik tersebut berkarir dan bermasyarakat, hal yang tidak diinginkan ini tentu dapat dicegah.

D.     KEMATANGAN
Indikator pada peserta didik yang dapat menjadi acuan bahwa teori ini telah diaplikasikan dalam pembelajaran oleh guru dan orang tua, dapat saya paparkan sebagai berikut:
1.      Peserta didik mampu mencerna pelajaran secara optimal
2.      Peserta didik akan berkembang secara optimal secara psikologis
3.      Peserta didik mampu berprestasi baik secara akademis maupun nonakademis
4.      Kedekatan interpersonal antara peserta didik baik dengan guru maupun orang tua menjadi lebih baik
5.      Secara moral, peserta didik dapat berkembang secara optimal

E.     KEBUTUHAN LINGKUNGAN PERKEMBANGAN
Dalam pengaplikasian teori kecerdasan ganda ini sendiri, ada beberapa tahap yang harus dilakukan baik oleh praktisi pendidikan maupun para orang tua. Tahap-tahap tersebut yakni, tahap identifikasi, tahap praktis, tahap evaluasi.
Tahap pertama adalah identifikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan membagikan angket minat dan bakat pada peserta didik atau dengan mengobservasi aktivitas serta tingkah laku peserta didik saat mengikuti mata pelajaran tertentu dengan metode tertentu pula. Metode tertentu disini salah satunya adalah metode pembelajaran melalui ilustrasi-ilustrasi visual misalnya. Dengan metode ini (misalnya) parktisi pendidikan kemudian dapat mengidentifikasi bahwa peserta didik tersebut memiliki keunggulan dalam kecerdasan ruang-visual atau tidak. Begitu juga untuk mengidentifikasi kecerdasan lain, butuh metode pendidikan yang lain pula. Selain itu juga dapat diobservasi dari biodata peserta didik khususnya di kolom minat atau hobi. Berbagai data hasil identifikasi ini kemudian dilaporkan pada setiap orang tua murid. Yang kemudian dapat memberikan gambaran pada setiap orang tua dalam mengembangkan potensi anaknya.
Setelah identifikasi selesai, kemudian dilakukan praktik. Praktik ini dapat dilakukan dengan mengelompokan peserta didik di kelas sesuai dengan kelebihan inteligensi masing-masing peserta didik. Kemudian peserta didik diperintahkan untuk membahas sebuah topik dengan menggunakan metode sesuai dengan kecerdasan mayoritas pada kelompok itu. Namun tentu pasti terdapat kendala dalam pembagian anggota kelompok tersebut. Belum tentu satu kelompok memiliki anggota yang memiliki keunggulan dalam kecerdasan yang sama. Hal ini dapat disiasati dengan membuat kelompok-kelompok dengan skala yang lebih kecil. Dengan berjalannya tahap praktis ini, baik kecerdasan dominan yang dimiliki peserta didik maupun pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran akan lebih optimal.
Kemudian terakhir adalah tahap evaluasi. Pada tahap ini praktisi pendidikan melakukan penilaian akan metode yang dilakukan. Praktisi pendidikan dapat menggunakan analisis SWOT (Strength(kekuatan), Weakness(kelemahan), Oppurtinity(kesempatan) , Threats(ancaman) ) terhadap metode-metode yang dilakukan pada kesempatan sebelumnya. Ketiga tahap diatas bagaikan sebuah siklus yang berputar tanpa henti. Ketiga tahap diatas tidak akan berjalan jika salah satu tahapnya tidak terlaksana secara optimal.
F.      PENGARUH TERHADAP KESIAPAN BELAJAR
Jika pengaplikasian teori inteligensi ini berhasil dilakukan, baik itu oleh guru maupun orang tua, peserta didik akan dapat lebih santai dan sepenuh hati dalam menjalani berbagai proses belajar mengajar. Secara akademik, peserta didik akan meraih prestasi yang lebih dari sebelumnya karena proses belajar dan mengajar dapat dilalui dengan baik oleh peserta didik. Diluar pendidikan formal pun, peserta didik dapat meraih prestasi yang lebih baik. Ditinjau dari segi lain seperti keterampilan intrapersonal. Peserta didik akan lebih dapat memahami dirinya lebih baik lagi.
G.     PENUTUP
Pada kesimpulannya, saya berasumsi bahwa memahami dan mengaplikasikan teori inteligensi ganda ini tentulah sangat penting. Selain berbagai tugas-tugas perkembangan peserta didik dapat dipenuhi, peserta didik akan memahami mata pelajaran dengan senang hati. Selain itu juga, kedepannya peserta didik akan lebih matang dalam memillih jalur kehidupannya, khususnya saat ia berkarir.



Daftar Pustaka:
Suparno, Paul. 2003. Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah. Yogyakarta:
Kanisius
Armstrong, T. 1994. Multiple Intelligences in The Classroom. Alexandria, VA:
Association for Supervision and Curriculum Development

Tidak ada komentar: